Bab 672
Bab 672 Aku adalah Ayahimu
“Keluarga Basagita mengalami bencana dan semua ini karena Ardika, si bajingan itu!”
Tuan Besar Basagita berkata dengan marah di ujung panggilan lain.
Luna menjauhkan ponselnya dan terdapat amarah di wajahnya.
“Kakek, situasi Keluarga Basagita sepenuhnya karena keserakahan kalian untuk dapat lebih banyak, aku sudah pernah memperingati Wisnu, tapi dia nggak mau dengar.”
“Jangan terus menyalahkan Ardika!”
Tuan Besar Basagita sama sekali tidak menyangka kalau Luna akan begitu melindungi Ardika dan dengan kesal menggertakkan giginya.
“Kenapa bisa nggak ada hubungan? Dia sebarin rumor di Internet dan menimbulkan masalah, kalau nggak, bagaimana mungkin ada banyak hal yang bisa meledak bersamaan?”
Luna terkejut.
Orang di balik masalah ini benar–benar Ardika?
“Luna, Wulan sudah ditangkap dan Keluarga Basagita sudah ditertawai oleh orang banyak, kamu masih mau apa lagi?”
“Tindakan pamanmu memang kelewatan, tapi aku sudah memberi pelajaran pada mereka, apakah kamu baru senang kalau mereka sampai melompat dari gedung untuk bunuh diri!” Content is property © NôvelDrama.Org.
“Apakah kamu benar–benar mau bertindak begitu kejam?”
Tuan Besar Basagita berkata dengan nada bicara yang menusuk hati di ujung panggilan yang
lain.
Kami kejam?
Apakah Keluarga Basagita tidak kejam?
Hati Luna terasa sangat tidak nyaman, tapi tetap berkata, “Baiklah, aku akan suruh Ardika berhenti sebar rumor lagi.”
“Sudah terlambat!”
“Semua orang di Kota Banyuli sudah tahu karena masalah ini meledak secara bersamaan.”
Tuan Besar Basagita tiba–tiba mengubah panggilannya pada saat ini.
“Luna, cuma kamu yang bisa menolong Keluarga Basagita.”
“Sekarang kamu adalah presdir dari Grup Perfe dan Grup Hatari, serta kondisi kreditmu sangat
bagus, kudengar pihak bank sangat bersedia meminjamkan uang padamu.”
“Keluarga Basagita bisa keluar dari kematian kalau kamu bisa menanggung utang Grup Agung Makmur!”
Dia mendorong tanggung jawab dan berkata dengan nada bicara yang begitu sedih.
Setelah berbasa-basi untuk waktu
yang
lama.
Tuan Besar Basagita akhirnya mengatakan maksud sebenarnya.
“Nggak bisa, Pinjaman Banyuli saja sudah punya utang triliunan, mungkin jumlahnya akan mencapai puluhan triliun jika digabungkan.”
“Aku nggak mampu bayar.”
Luna menggelengkan kepalanya dan berkata, “Apalagi Grup Hatari bukanlah milikku, aku sama saja seperti manajer profesional Keluarga Septio di Provinsi Aste.”
“Luna, apakah kamu perlu takut nggak bisa bayar dengan adanya dukungan dari Keluarga Septio yang merupakan keluarga konglomerat di Provinsi Aste?”
“Utang puluhan triliun sama sekali nggak banyak, kamu lihatlah Grup Walan yang utangnya mencapai ratusan triliun.”
Tuan Besar Basagita membujuk dengan susah payah.
Luna menjadi sedikit marah saat mendengar ucapan ini.
“Mereka berutang begitu banyak demi perkembangan perusahaan, sedangkan aku tiba–tiba menerima utang tanpa alasan yang jelas, lalu Keluarga Basagita bisa melepaskan beban ini dan hidup dengan tenang!”
Luna berkata dengan marah, “Kakek, kamu selalu kasih keuntungan pada Keluarga Basagita dan kasih kerugiannya padaku, kenapa seperti itu!”
Tuan Besar Basagita terdiam untuk waktu yang cukup lama.
Pada akhirnya Tuan Besar Basagita menghela napas, “Bagaimana kalau seperti ini. Aku akan membatalkan pernyataan dan kalian bisa kembali ke Keluarga Basagita, aku juga nggak akan menghapus nama belakang kalian, tapi syaratnya adalah kamu harus menanggung setengah utang kami, bagaimana?”
Luna sebenarnya tidak merasakan apa–apa.
Luna menoleh dan melihat Jacky yang terus duduk di samping danau sejak sore dan menatap kosong ke arah langit.
Luna tahu kalau masalah kali ini telah melukai hati Jacky.
“Aku pikir–pikir dulu….”
+15 BOHUS
Dia ragu–ragu.
Pada saat ini, ponsel Luna direbut oleh Ardika.
“Orang bodoh mana yang terus menelepon istriku untuk memaksanya, menyebalkan!”
Tuan Besar Basagita tidak menyangka Ardika berani memarahi dirinya dan langsung emosi.
Hanya saja dia segera meredam emosinya.
Dia tahu bahwa Luna sangat menuruti ucapan Ardika dan dia tidak ingin muncul masalah.
Dia berkata sambil tersenyum, “Ardika, aku adalah Kakek….”
“Aku adalah ayahmu, pergi kamu!”
Ardika segera memutuskan panggilan.
Memblokir nomor itu dan mematikan ponselnya.
Semuanya dilakukan dalam satu tarikan napas!