Bab 10
Bab 10 Hadiah Ulang Tahun
Apa?
Utangnya sudah dibayar?
Mana mungkin? Bukankah Herkules sudah marah?
Wulan dan yang lainnya langsung bengong, bahkan Tuan Besar Basagita juga tertegun. Dia menggaruk telinga sambil bertanya, “Kalian … kalian benar-benar berhasil mendapatkan uangnya?”
Sambil mengangguk, Luna segera memberikan buktinya dengan hormat.
“Kakek, ini ceknya, Kakek lihat dulu.” NôvelDrama.Org owns this.
Setelah melihatnya beberapa kali, Tuan Besar Basagita pun menghela napas lega. Dia lalu mengangguk dan berkata, “Ini memang cek milik perusahaan Herkules.”
Ekspresi tegang di wajah setiap anggota Keluarga Basagita pun menjadi lebih lega.
Kalau bisa mendapatkan uangnya, hal itu membuktikan bahwa Herkules tidak marah. Keluarga Basagita juga akan baik-baik saja.
“Huh! Kalian kira utangnya dibayar gara-gara kalian? Jangan mimpi!” Saat ini, Wulan tiba-tiba maju ke depan dan berkata, “Kalau bukan karena aku dipukul oleh Kak Herkules, mana mungkin kalian bisa mendapatkan uangnya?”
“Pasti karena Kak Herkules ingin meminta maaf kepadaku, jadi dia pun membayar utangnya.”
Setelah mendengarnya, banyak anggota Keluarga Basagita yang mengangguk setuju.
Ketika datang membeli mobil, Wulan dipukul tanpa alasan yang jelas. Demi menunjukkan permintaan maaf, Herkules pun membayar utangnya. Penjelasan ini memang masuk akal.
Pada saat ini, Luna mulai panik. Wulan sudah memutarbalikkan fakta, Luna hanya bisa berharap kepada Tuan Besar Basagita.
Kemudian, dia melihat Tuan Besar Basagita terdiam sejenak, lalu berkata, “Wulan benar! Dialah yang berjasa mendapatkan utangnya, bukan Luna.”
Luna yang panik pun bertanya, “Kakek, bagaimana dengan bonusnya?”
Luna sudah tidak peduli siapa yang mendapatkan uangnya kembali, dia hanya ingin mengambil kembali bonus yang sudah ditahan selama bertahun-tahun.
“Kalau Wulan yang mendapatkan uangnya, semua bonus keluarga kalian akan menjadi milik Wulan.”
Apa?
Setelah mendengarnya, seolah-olah tersambar petir, Luna bahkan tidak bisa berdiri dengan benar.
Ekspresi Ardika juga sangat masam.
Sikap Keluarga Basagita yang tidak tahu malu jauh melebihi ekspetasinya.
Wulan tampak sangat senang setelah menerima cek yang diberikan oleh kakeknya.
Satu tamparan ditukar dengan uang miliaran, Wulan sama sekali tidak rugi.
“Terima kasih Kakek! Dengan uang ini, aku sudah punya uang yang cukup untuk membeli Hati Peri.”
Awalnya, Wulan ingin membeli mobil mewah sebagai hadiah ulang tahun. Sekarang, dengan tambahan uang ini, dia bisa membeli hadiah yang lebih mahal lagi.
Tuan Besar Basagita melambaikan tangannya dan bertanya, “Tiga hari lagi adalah ulang tahunmu, kamu sudah pesan tempat? Apakah perlu kakek meminjamkan kartu anggota emas Restoran Gatotkaca untuk mengadakan pesta di lantai tiga?”
“Terima kasih, Kakek, tapi nggak perlu. Tuan Muda David punya kartu anggota platinum. Dia sudah memesan lantai enam untukku.”
Setelah mendengarnya, Tuan Besar Basagita tampak sedikit canggung, tapi dia juga tidak berkata apa-apa. Dia pun menyuruh pembantu untuk memapahnya masuk ke kamar tidur.
Sebaliknya, anggota Keluarga Basagita yang lain tampak sangat iri.
Selain Hati Peri, dia juga mengadakan pesta di lantai enam Restoran Gatotkaca. Pesta ulang tahun yang sangat meriah.
Luna sama sekali tidak peduli dengan hal itu, dia terlihat lemas.
Melihat kondisi Luna, Wulan pun menyindirnya, “Luna, kamu sudah pesan tempat pesta ulang tahun? Sudah beli hadiah ulang tahun?” Mendengarnya, Luna menggigit bibir dan menahan diri agar tidak menangis.
Tanpa belas kasihan, Wulan lanjut menyindirnya, “Sudah, jangan sok sedih. Semua orang tahu kalian miskin. Kalau kamu mau berlutut di depanku, aku bisa meminjamkan Hati Peri kepadamu beberapa hari, mau?”
Ardika yang berdiri di samping langsung menatap Wulan dengan tatapan tajam. Dia lalu berkata, “Hati Peri bukanlah sesuatu yang bisa dipakai oleh orang kampung sepertimu.”
“Dasar idiot! Nggak usah sok keras! Kenapa? Aku nggak pantas? Memangnya Luna yang nggak sanggup beli kue ulang tahun itu pantas? Benar-benar konyol!”
Wulan memelototinya dan menghina Ardika. Lalu, Ardika hanya mengangguk dan berkata, “Betul katamu! Hanya Luna yang berhak memakai Hati Peri.”
Wulan mendengkus dingin, lalu ingin lanjut menyindirnya.
Tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki yang buru-buru.
Sekelompok pria berbaju hitam mengantar sebuah kotak perhiasan sambil berlari masuk ke dalam vila.
“Hati Peri sudah tiba, silakan diterima!”
Hati Peri?
Anggota Keluarga Basagita tidak mengerti. Wulan masih belum membelinya, kenapa sudah diantar?
Ardika tidak menyangka Bella bertindak dengan cepat, dia pun berkata kepada Luna, “Sayang, hadiah ulang tahunmu sudah tiba.”
Setelah mendengarnya, semua orang saling memandang.
Ardika si idiot ini membeli Hati Peri?
Hati Peri seharga 60 miliar?
Wulan juga terkejut.
“Tidak mungkin! Dari mana si idiot ini punya uang untuk membeli Hati Peri?”
Melihat Luna memakai Hati Peri lebih menyakitkan daripada membunuh Wulan langsung.
Luna juga terkejut. Dia pun berkata dengan bingung, “Ardika, ini ….”
“Sayang, aku membelinya untukmu. Aku akan menjelaskannya nanti,” ucap Ardika sambil tersenyum kepada Luna.
Luna menerima kotak itu dengan ekspresi bingung. Sebagai seorang wanita, siapa yang tidak suka dengan perhiasan mahal?
Apalagi sebagai hadiah ulang tahun, Luna merasa sangat bahagia.
Pada saat ini, ponsel Wulan tiba-tiba berdering.
Suara David terdengar dari ujung telepon.
“Sayang, kamu sudah menerima hadiah dariku? Suka nggak?”
Hadiah?
Wulan langsung berteriak, dia lalu merebut kotak perhiasan dari tangan Luna sambil berteriak ke arah ponselnya, “Suka, suka. David, aku benar-benar sangat mencintaimu. Kenapa kamu tahu aku ingin Hati Peri?”
Hati Peri?
David yang berada di ujung telepon langsung bengong. Bukankah dia hanya mengirimkan uang ke rekening Wulan? Kenapa berubah jadi Hati Peri?
Namun, David tidak menyangkalnya dan menjawab, “Baguslah kalau suka.”
Setelah berbicara sebentar, telepon pun terputus.
Semua anggota Keluarga Basagita pun sadar.
“Ternyata Tuan Muda David yang membeli Hati Peri untuk Wulan, mengagetkan saja.”
“Betul. Hampir saja direbut.”
“Ya, melihat si idiot itu berkata dengan percaya diri, aku hampir saja percaya.”
Wulan memeluk kotak perhiasan itu dengan erat, lalu berkata dengan bangga, “Ini adalah hadiah ulang tahun yang diberikan oleh Tuan Muda David, beraninya seorang idiot merebut hadiahku? Cari mati, ya?”
Luna yang terkejut pun menunjukkan ekspresi kecewa.
Ardika juga mengernyit dan berkata, “Wulan, ini bukan milikmu.”