Bab 256
Bab 256
Isaac seolah-olah tidak melihat kekecewaan di mata Selena dan mengulurkan tangannya, “Aku kebetulan lewat dan melihatmu. Kamu sedang tersesal atau kakimu sedang keseleo, Kak Selena?”
Selena menolak tawaran Isaac untuk membantunya berdiri dan memilih untuk bangkit sendiri sambil tersenyum kecut. ‘Barusan aku terlalu fokus memikirkan sesuatu, sampai tanpa sadar berhenti di sini.”
“Rumahku ada di dekat sini. Kalau nggak keberatan, Kak Selena bisa ikut dan melihat Bonbon. Dia selalu merindukanmu.” Selena tidak bisa menolak kalau Inilah alasannya.
Suhu yang hangat di dalam mobil sangat jauh berbeda denga suhu di luar tadi. Isaac menyodorkan. segelas teh susu yang belum dibuka.
“Mulanya aku membelinya buat diminum di rumah, tapi kebetulan sekarang ada Kakak, minum saja supaya tubuhmu hangat.” Selena menundukkan kepala dan melihat teh susu Itu. Teh susu itu berisi jahe, kurma merah dan buah
lengkeng.
“Makasih.”
“Kenapa kakak rasanya sopan banget sama aku?” Isaac tersenyum. Dia menoleh ke arah Selena sambil memutar roda kemudi dengan satu tangannya.
Selena merasa sedikit aneh dan tiba—tiba merasa kalau sepertinya teh Jahe ini memang sengaja dia bell untuk Selena dan pertemuan mereka ini bukanlah kebetulan.
Namun, Selena melihat wajah laki-laki yang polos itu dan tidak terlihat niat yang aneh—aneh dari wajahnya. Selena pun mengusir pikiran—pikiran yang tidak realistis dari kepalanya.
“Kak Selena, kenapa kamu melihatku dengan tatapan kayak gitu?”
Selena meneguk teh jahe hangat yang dia pegang dan berkata, “Aku hanya merasa heran untuk
sesaat... padahal dulu kamu masih kecil tetapi sekarang sudah sebesar ini.”
Tidak ada lagi wajah polos seperti saat dia masih kecil dulu. Garis rahang yang tegas terlihat dengan
jelas dan tajam, tetapi laki-laki ini sama sekali tidak memiliki jenggot sedikit pun.
Gerakan tangannya yang sedang memutar roda kemudi, membuat jam tangan yang dia pakai di pergelangan tangannya berkilau dengan mengesankan.
Sangat menakjubkan.
Gayanya terlihat seperti anak muda, tetapi juga terasa matang bagaikan orang dewasa. Dua macam kesan yang jelas—jelas tidak berhubungan satu sama lain, tetapi tidak terasa saling bertentangan pada
dirinya. Isaac memarkir mobilnya di pinggir jalan. “Kak Selena, tunggu sebentar, ya,” katanya sambil tersenyum.© NôvelDrama.Org - All rights reserved.
Laki-laki itu menerobos ke dalam hujan deras dan langsung kembali 10 menit kemudian dengan membawa banyak tas kertas di tangannya.
Tidak hanya beberapa buah segar, tetapi juga ada satu set pakalan wanita.
Kemudian, Isaac menyerahkan semua tas—tas itu kepada Selena sambil tersenyum dan menjelaskan,” Kak Selena, tadi aku melihat kalau gaunmu basah, makanya aku membeli ini. Kalau ukurannya nggak
pas, pakai saja sebentar untuk sementara.” “Oh, ya, ini ada juga buah segar yang baru saja dipotong. Makanlah sedikit untuk mengganjal perut.”
Selena menatap pemuda yang tubuhnya basah karena kehujanan dengan sedikit terpana. “Kak Selena, nggak suka, ya?” tanya pemuda itu dengan ekspresi kaku.
Selena menggelengkan kepala sambil memeluk tas kertas itu. “Nggak, cuma aku merasa sudah lama banget nggak ada orang yang baik padaku.”
Isaac terdiam sejenak lalu tersenyum. “Nggak apa—apa, aku sudah kembali dan aku akan selalu baik -vak Selena.”
Begitu mobil berhenti, barulah Selena menyadari kalau tempat tinggal Isaac tidak jauh dari Kediaman Bennett.
Saat berdiri di jalanan yang panjang, masih bisa terlihat dengan samar—samar pohon plum yang menjulang tinggi di halaman rumah Keluarga Bennett.
Isaac mendorong pintu dan sebuah halaman kecil dengan kesan jejepangan pun terlihat.
Jalan setapak yang sederhana dengan batu kerikil putih, air di pancuran bambu mengalir dengan lembut. Ada beberapa pohon sakura yang besar dan indah dengan kelopak bunga berwarna merah muda yang berjatuhan di tanah.
Belum sempat Selena menikmati pemandangan yang ada di depannya, dia mendengar suara kucing
mengeong yang terasa familiar.
“Meong...” Sebuah bayangan putih langsung melompat ke dalam pelukan Selena.
Kucing putih itu memiliki celah kecil di telinganya yang diakibatkan karena pernah digigit oleh tikus saat dia masih kecil. Selena mengelus kepala Bonbon yang berbulu lembut. Rasa sedih dan senang
bercampiur jadi satu di hatinya.
“Maaf, aku sempat membuangmu.”
“Meong.
Bonbon menggosok—gosokkan kepalnya ke pipi Selena.
Selena teringat dengan kenangan-kenangan saat Bonbon bersamanya. Bonbon adalah kucing tua berusia belasan tahun yang hampir menghabiskan dua pertiga hidupnya bersama dengan Selena.
Dulunya, mereka sangat dekat. Namun, karena Selena menikah, makin lama jarak di antara mereka jadi makin jauh dan butuh waktu lama untuk bisa bertemu lagi.
Isaac melangkah maju dan menempatkan payung di atas kepala Selena. “Kak Selena, ayo kita masuk ke dalam rumah saja supaya nggak kehujanan. Bonbon nggak akan pergi ke mana—mana, Kakak punyal banyak waktu untuk menemaninya.”
Banyak waktu? Selena tersenyum kecut.
Operasi tidak dapat menyembuhkannya secara permanen. Belum lagi banyak bukti klinis yang menunjukkan bahwa banyak orang yang sel kankernya justru malah makin menyebar setelah melakukan operasi.
Selena tidak tahu, apakah yang datang padanya esok hari adalah hari esok ataukah kematian. 1 Baginya, setiap hari adalah hari kiamat.
Selena tersenyum lembut. “Oke, kalau gitu maaf sudah mengganggumu.”