Bab 215
Bab 215 +15 BONUS Keesokan harinya, Selena berangkat ke kantor dengan semangat.
Penampilannya berbanding terbalik dengan rekan kerja lainnya yang memiliki mata merah dan berwajah lelah. Mereka seperti manusia yang telah menjadi mayat hidup.
Selena seperti tidak ingat dengan ejekan rekan-rekannya kemarin, dia menyapa Lauren dengan sopan. “Selamat pagi.”
Senyum yang menyilaukan itu membuat Lauren merasa tidak nyaman, dia mengambil segelas kopi dan kembali ke tempat kerjanya sendiri sambil menyindir, Beberapa orang memang terlalu santai.”
Selena yang belum terbiasa menjawab dengan polos, “Aku juga ingin ikut dalam perencanaan. Bukankah kalian nggak mengizinkanku ikut karena berpikir aku adalah pemula yang bisa membocorkan informasi? Sekarang, kenapa kau malah berlagak kesal?”
Kesabaran Lauren sudah habis, dia melemparkan data yang ada di tangannya ke atas meja, “Selena, apa yang kau katakan?” Selena mengangkat bahunya, “Bukan apa—apa, aku hanya bilang kalau kau harus memimpin dan bertanggung jawab.” “Selena, jaga mulutmu. Memang siapa kau sampai berani bicara begitu padaku?”
Lina pun menyela, “Ada keributan apa pagi—pagi begini? Suara kalian terdengar dari kejauhan. Apa ada yang berkelahi?”
Lauren segera berlari ke samping Lina dan mengadu, “Ketua tim, semua ini karena Selena yang merasa dirinya lebih hebat dari yang lain dan mulai menghina rekan kerjanya.”
“Sudahlah, jangan berisik. Apa kalian ingin ditertawai kelompok lain?”
Lauren tidak puas dan ingin mengatakan beberapa hal lagi, tetapi ekspresi Lina sudah kembali nomal, “Selena, malam ini sepulang kerja, tinggallah sebentar dan
+15 BONUS
ikut aku menemui Pak Niko untuk membahas kerja sama.”
Terakhir, dia menambahkan, “Ini menyangkut pekerjaan.”
Selena tidak sempat menolak sama sekali. Dilihat dari ekspresi senang rekanContent protected by Nôv/el(D)rama.Org.
kerjanya, Selena tahu kalau Pak Niko ini bukanlah orang baik.
Benar saja, saat sore hari di kamar mandi, dia mendengar seseorang tertawal
terbahak—bahak, “Pak Niko ‘kan penyuka wanita, Selena pasti habis malam ini.”
“Dasar, ketua tim kita benar—benar tahu cara bermain. Dia mengorbankan Selena
untuk kerja sama. Asalkan Pak Niko senang, dia pasti akan menandatangani kontrak dan kita bisa mengungguli Kelompok B.” “Kalau aku jadi Selana, pasti aku akan merendah dan nggak berani bersikap
sombong seperti itu. Semua pegawai baru pasti mengalami masa sulit, tetapi dia berani melawan atasan begitu saja.” “Mungkin dia benar—benar punya pendukung.”
“Sudahlah, ketua
tim sudah lama menyelidiki Pak Chandra, jangankan pacar, wanita saja nggak berani mendekatinya. Latar belakang macam apa yang bisa Selena miliki?
Setelah suara tawa mereka semakin jauh, Selena baru keluar dari ruangan terpisah. Menjual diri untuk kerja sama?
Hah.
Setelah mencuci dan mengeringkan tangannya, Selena melihat petugas kebersihan
sedang memilah sampah. Dia mendekat dan bertanya dengan ramah, “Bibi, apa kau
masih butuh orang untuk membersihkan area ini? Ibuku nggak punya pekerjaan, aku ingin mencarikannya kesempatan.”
Petugas kebersihan itu menjawab dengan antusias, “Bisa saja, tetapi belakangan ini kami nggak kekurangan orang. Aku akan coba carikan lowongan untukmu.”
“Terima kasih, bibi.” Selena mengeluarkan krim tangan yang masih baru dari tasnya, “Kalau bibi kekurangan orang, tolong beritahu aku. Ini ada sedikit hadiah dariku.
“Nggak masalah, ini hanya bicara saja.” Bibi tidak menolak pemberian dan langsung
menerimanya.
Selena bertanya dengan santal, “Bibi, apa kau juga bertanggung jawab
membersihkan ruangan Tuan Harvey?”
“Mana mungkin. Tuan Harvey menunjuk petugas kebersihannya sendiri, bukan dari orang—orang seperti kami.”
“Bukan dari orang-orang seperti kalian? Apa itu benar? Kemarin aku pergi untuk menyerahkan rencana kerja dan melihat petugas kebersihan sedang membersihkan rak buku Tuan Harvey. Aku merasa anch, bagaimana bisa dia masa bodoh dan bekerja saat masih ada Tuan Harvey di sana?”
“Nona, kau nggak mengerti. Dia punya latar belakang yang cukup istimewa.”